Thursday, July 28, 2011

Mengapa Yesus memanggil Bunda Maria, “perempuan”?

I. Percakapan Yesus dan Maria dalam Injil
1. Yang pertama harus kita sadari adalah Injil ditulis untuk mewartakan Kristus, sehingga senantiasa berfokus pada Kristus. Kita tidak banyak menjumpai percakapan langsung antara Yesus dan Maria. Berikut ini adalah percakapan langsung mereka yang tertulis di dalam Injil:

Yoh 2:3-4: 3 Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” 4 Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu (woman)? Saat-Ku belum tiba.”

Lk 2:48-49: 48 Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” 49 Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”

Yoh 19:26: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu (woman), inilah, anakmu!“

2. Injil hanya merekam tiga percakapan langsung antara Bunda Maria dan Yesus. Dua diantaranya, Yesus memanggil Maria dengan sebutan “perempuan” /woman (lih. Yoh 2:4; Yoh 19:26) dan satu dengan sebutan “kamu” (lih. Lk 2:49).

Namun, apakah dengan demikian Maria tidak penting? Kita tidak dapat menyimpulkan demikian. Fakta bahwa Bunda Maria dipilih menjadi Bunda Kristus, Bunda Allah, maka Bunda Maria menduduki suatu tempat yang begitu istimewa untuk turut berpartisipasi dalam karya keselamatan Allah.

II. Yesus menghormati Bunda Maria.
Kita hanya dapat mengatakan bahwa Yesus memanggil Bunda Maria dengan sebutan “perempuan” dan tidak pernah memanggil “ibu” adalah sejauh terekam di dalam Injil. Kita tidak pernah tahu apakah Yesus tidak pernah memanggil Maria dengan sebutan “ibu” selama 30 tahun ketika Yesus hidup bersama dengan Maria dalam satu atap. Kita tahu bahwa Yesus adalah anak yang baik, seperti yang terekam di dalam Injil, yang menuliskan “51 Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. 52 Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Lk 2:51-52) Ini berarti Yesus hidup di bawah bimbingan Santo Yusuf dan Bunda Maria. Dan ketika Santo Yusuf meninggal, maka Maria harus membesarkan Yesus seorang diri.

Karena Tuhan yang terlebih dahulu memberikan perintah untuk menghormati ayah dan ibu dalam perintah ke-4 dari sepuluh perintah Allah, maka sudah seharusnya Yesus – yang adalah sungguh Allah dan sungguh manusia – memberikan teladan yang baik kepada umat-Nya, yaitu dengan menghormati orang tua-Nya di dunia ini – Santo Yusuf dan Bunda Maria. Kalau panggilan ibu demikian umum di masyarakat pada waktu itu, maka sungguh sulit dimengerti kalau Yesus tidak pernah memanggil ibu kepada Bunda Maria selama Dia tinggal selama 30 tahun bersama dengan Bunda Maria. Sungguh sulit dimengerti kalau sebutan “perempuan” dipandang kasar, namun terekam di dalam dua percakapan antara Yesus dan Bunda Maria. Kuncinya adalah, dalam bahasa Yunani dan Semitik, sebutan “perempuan” menyatakan suatu hubungan yang begitu dekat. (Dom Orchard, A Catholic Commentary on Holy Scripture) dan mempunyai makna yang begitu dalam.

III. Sebutan “Perempuan” mempunyai makna yang begitu dalam.
1. Sebutan perempuan dilakukan di awal dan akhir dari karya umum Yesus.
Kalau kita perhatikan, perkataan “perempuan” yang dikatakan oleh Yesus dilakukan pada mukjizat yang pertama di Kana dan kejadian terakhir sebelum Yesus wafat di kayu salib. Ini seperti suatu tanda bahwa sebutan perempuan ini adalah merupakan awal dan akhir dari pewartaan dan karya Kristus kepada umat-Nya. Pada waktu Yesus berkata kepada Maria “Mau apakah engkau daripada-Ku perempuan (woman), saat-Ku belum tiba“, maka Yesus ingin menekankan bahwa mukjizat ini akan membawa Yesus kepada misi keselamatan yang akan berakhir di kayu salib. Dengan mukjizat ini, maka orang-orang akan mulai tahu bahwa Yesus adalah seorang Mesias. Rasul Yohanes menuliskan “Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya” (Yoh 22:11). Misi Kristus menjadi seorang Mesias berakhir pada peristiwa penyaliban Kristus. Dan di kayu salib ini, sebelum Dia menghembuskan nafas-Nya yang terakhir, Dia kembali menyebut Maria dengan kata “perempuan”. Dengan demikian, sebutan perempuan ini bukanlah tanpa arti.

2. Sebutan perempuan merujuk kepada hawa.
Kita mengingat akan apa yang dikatakan oleh Tuhan kepada ular (setan) di taman Getsemani “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini (the woman), antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej 3:15). Pada saat perjamuan di Kana, maka perkataan “perempuan” adalah merupakan suatu gambaran bahwa ini adalah perempuan yang dijanjikan oleh Tuhan sejak awal penciptaan. Dan hal ini dipertegas, ketika Yesus mengatakan kata yang sama – perempuan – kepada Bunda Maria ketika Yesus tergantung di kayu salib. Perempuan inilah yang menjadi musuh dari ular, karena dia telah membawa Sang Penebus ke dunia. Dan keturunannya – Yesus – diremukkan lutut-Nya, yaitu dengan menderita dan mati di kayu salib. Namun, dengan penderitaan dan kematian-Nya, maka Yesus meremukkan kepala Setan, yaitu meruntuhkan dominasi dosa, dan meruntuhkan kerajaan kegelapan dan menggantinya dengan Kerajaan Terang – di mana Kristus menjadi Raja untuk selama-lamanya.

Kita juga melihat di Rm 5:14-19 bahwa Kristus adalah Adam kedua. Karena dosa Adam maka maut masuk ke dunia dan karena ketaatan Kristus – Adam kedua, maka kasih karunia berlimpah kepada umat manusia. Hal yang sama, ketidaktaatan Hawa dilepaskan dengan ketaatan Hawa kedua, yaitu Bunda Maria. Hal ini juga dituliskan oleh beberapa Bapa Gereja berikut ini:

“Christ became man by the Virgin that the disobedience which issued from the serpent might be destroyed in the same way it originated. Eve was still an undefiled virgin when she conceived the word of the serpent and brought forth disobedience and death. But the Virgin received faith and joy, at the announcement of the angel Gabriel…and she replied, “Be it done to me according you your word”. So through the mediation of the Virgin he came into the world, through whom God would crush the serpent.” (Saint Justin Martyr, Apologia, ch. 100; 150 AD).

“The seduction of a fallen angel drew Eve, a virgin espoused to a man, while the glad tidings of the holy angel drew Mary, a Virgin already espoused, to begin the plan which would dissolve the bonds of that first snare…For as the former was lead astray by the word of an angel, so that she fled from God when she had disobeyed his word, so did the latter, by and angelic communication, receive the glad tidings that she should bear God, and obeyed his word. If the former disobeyed God, the latter obeyed, so that the Virgin Mary might become the advocate of the virgin Eve. Thus, as the human race fell into bondage to death by means of a virgin, so it is rescued by a virgin; virginal disobedience is balanced in the opposite scale by virginal obedience” (St. Irenaeus of Lyons, Against Heresies, Book 3, ch XXII, par. 4; 189 AD).

“Likewise, through a Virgin, the Word of God was introduced to set up a structure of life. Thus, what had been laid waste in ruin by this sex, was by the same sex re-established in salvation. Eve had believed the serpent; Mary believed Gabriel. That which the one destroyed by believing, the other, by believing, set straight.” (Tertullian, The Flesh of Christ 17:4; 210 AD)

“(The Lord) was not averse to males, for he took the form of a male, nor to females, for of a female he was born. Besides, there is a great mystery here: that just as death comes to us through a woman, Life is born to us through a woman; that the devil, defeated, would be tormented by each nature, feminine and masculine, as he had taken delight in the defection of both” (St. Augustine, Christian Combat 22:24; 396 AD).

IV. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka kita dapat melihat bahwa sebagai Putera Allah, Yesus sungguh sangat menghormati Maria IbuNya, karena Allah sendiri yang memerintahkan manusia untuk menghormati orang tuanya (perintah 4 dari 10 perintah Allah). Ini berarti setiap tindakan Yesus tidak akan mempunyai implikasi bahwa Dia tidak menghormati Bunda-Nya, termasuk ketika Yesus memanggil Bunda Maria dengan sebutan “perempuan”. Ini bukanlah tanda kurang hormat, bahkan sebaliknya merupakan tanda hormat dan kedekatan, dan yang terpenting mempunyai makna yang begitu dalam – baik sebagai pembuka dan penutup dari karya keselamatan Kristus kepada umat-Nya, maupun sebagai gambaran akan Hawa ke-dua, yang bekerjasama dengan Adam ke-dua – yaitu Kristus – untuk membawa keselamatan bagi seluruh manusia. Semoga kita akan semakin meniru teladan Kristus, yaitu menghormati Bunda-Nya. Kalau Maria dianggap baik sebagai Bunda-Nya, maka itu sudah menjadi alasan yang cukup bagi kita untuk menghormati dan mengasihi Bunda Maria.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

Santa Perawan Maria Bunda Allah

Pada tanggal 1 Januari Gereja Katolik tidak hanya sekedar merayakan Tahun Baru. Kita juga merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah.

Sebagian orang Kristen tidak dapat percaya bahwa seseorang yang dilahirkan di waktu yang silam dapat menjadi "bunda" dari Allah yang kekal. Mereka berpendapat bahwa Bunda Maria adalah Bunda Yesus, yaitu Yesus sebagai manusia, tetapi bukan bunda Yesus sebagai Allah. Muncul masalah dari pernyataan mereka itu, yaitu tampaknya mereka membagi Yesus menjadi dua: Yesus yang Manusia dan Yesus yang Allah. Malahan sebagian orang beranggapan bahwa Yesus adalah manusia yang "dirasuki oleh Allah."

Gereja Katolik selalu percaya bahwa Bunda Maria adalah sungguh-sungguh Bunda Allah. Karena itu, kita harus memperjuangkan dogma (dogma : ajaran resmi Gereja yang dinyatakan secara meriah dengan kekuasaan Bapa Paus) ini lebih dari sekali. Sekitar abad ke-4 dan ke-5 terjadi suatu debat yang amat seru. Hampir semua uskup dari seluruh dunia berkumpul bersama di sebuah kota besar di pesisir barat Turki. Nama kota itu adalah "Efesus". Akhirnya, pada tahun 431 para uskup itu sependapat bahwa tidak ada yang perlu diragukan lagi. Mereka membuat pernyataan resmi bahwa Santa Perawan Maria adalah Theotokos (bahasa Yunani) dan Mater Dei (bahasa Latin), keduanya berarti "Bunda Allah".

Jadi bagaimana mungkin Bunda Maria menjadi Bunda Allah jika Allah telah ada sebelum Maria ada? Kalian dapat mengatakan bahwa Maria adalah pintu masuk bagi Tuhan untuk memasuki dimensi Ruang dan Waktu. Yesus memiliki dua sifat. Yesus sekaligus adalah Allah dan Manusia. Bunda Maria adalah Bunda dari Manusia yang adalah Allah. Sama seperti sanaknya, Elizabeth, yang adalah bunda dari orang yang menjadi Pembaptis.


sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com

“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Richard Lonsdale.”